Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu
Blog Sang Pecinta Malam Lelananging Jagad

GOOGLE TRANSLATE....

Wednesday, June 8, 2016

Terjadi Salah Paham Terhadap Hadits dan "Kedunguan" Umat

 

Beberapa orang menyitir hadits. Beberapa yang lainnya menyitir hadits yang bertentangan dengan hadits pertama. kemudian mereka berdebat, menggalang dukungan, mendirikan masjid masing masing, membangun firqah dan kemudian melegitimasikan keterpecahan yang "mereka rencanakan" sendiri. Beberapa penengah mengganti kata "berpecah" dengan term "beda pendapat", bahkan menyitir satu lagi hadits lain yang menyatakan bahwa perbedaan adalah rahmat. Satu lagi orang dengan kopyah khusus ahli hadits datang memberikan satu lagi hadits nubuat, bahwa perpecahan itu memang sudah seharusnya terjadi karena 15 abad lalu Rasul sudah mengatakan bahwa muslimin akan pecah menjadi 73 golongan. Artinya kalau hari ini umat rukun rukun aja berarti ramalan Muhammad tidak akurat. Semua lelucon ini nyata terjadi, sungguh sungguh menimpa umat ini. Anehnya tak satupun menyadari bahwa penyebab utamanya adalah ........
kesalahan dalam memahami hadits. 
Oh ya? berikut penjelasannya.
Bagi seorang "ahli hadits" akurasi dalam memahami hadits terfokus pada seputar masalah sanad, rawi, dan matan. Tetapi ketika kita sejenak keluar dari dunia "mustholah hadits" sebenarnya ada kekeliruan "kronis" dalam memahami apa sebenarnya hadits itu? Saking akutnya kekeliruan yang terjadi barangkali kalau Jaya Suprana tahu bisa dimasukkan dalam daftar kelirumologinya beliau. Apa kekeliruan itu?

"Hadits" bukanlah Perkataan Nabi
Memang benar jika kita tanyakan, "Hadits itu apa sih?" Jawaban lazimnya berbunyi, "Hadits adalah perkataan Nabi,......dst" Tetapi kita bisa meminta seorang ustadz untuk menunjukkan satu saja hadits. kemudian kita lihat wujud fisik dari hadits yang disodorkan sang ustadz. Misalnya beliau menyampaikan hadits berikut:

Yang sedang kita lihat ini bukanlah perkataan Nabi. Yang terpampang di atas adalah tulisan Bukhari. Membaca teks diatas sama saja kita "mendengar" Bukhari berkata bahwa Anas mengatakan bahwa Nabi berkata,"Sesungguhnya kalian,.......dst dst,.." Dan mestinya segera muncul pertanyaan baru karena Bukhari tidak bertemu Anas. Bukhari hidup antara 120 sampai 180 tahun setelah Anas. Artinya minimal ada 3-4 orang periwayat hadits yang menjembatani anrata Bukhari dan Anas. Tentu saja kita tidak sedang membahas kesahihan hadis berdasar sanad. Kita sedang memperhatikan betapa definisi hadits menjadi tidak relevan dalam cara pandang ini.
Beberapa saran mengarahkan kita pada pengertian hadits yang lebih simple dan mengena sebagai berikut :
Hadits bukanlah perkataan nabi melainkan "hanya" perkataan perawi mengenai Nabi 

Dengan demikian kita tidak lagi mengatakan hadits diatas sebagai perkataan Nabi. Dalam contoh hadits di atas, hadits tersebut adalah perkataan Bukhari mengenai Nabi


Tentu saja ini bukan soal membolak balik definisi, karena sebenarnya dalam jagat persilatan hadits dikenal sebutan hadits palsu, munkar dst, yang kesemua sifat itu tidak mungkin dinisbatkan pada sabda Nabi. Sabda nabi tidak ada yang palsu mungkar dsb. Nabi tak mungkin mengatakan yang salah. Yang paling mungkin salah adalah para periwayat hadits termasuk Bukhari.

Bukhari Bukan Nabi
Bukhari bukanlah seorang nabi. Jadi jika ditanya apakah Bukhari berbuat kesalahan, maka jawabannya "Ya, sangat mungkin dia berbuat kesalahan, dan tidak mungkin dia bersih dari kesalahan!" Kejujuran dan kesalehan bukan jadi jaminan atas sebuah akurasi peliputan dan pelaporan. Belum lagi masalah utamanya adalah bahwa Bukhari hidup di masa 190 tahun an setelah Nabi Wafat. Dan semua orang bisa melihat seberapa berat kesulitannya mengungkap perkataan dan perilaku seorang tokoh yang telah meninggal 200 tahun yang lalu? Banyak orang mampu menyampaikan kutipan omongan tokoh masa kini, tapi yang lebih penting dari otu adalah akurasinya. Benarkah dia ngomong begitu? Benarkah redaksinya seperti itu? Benarkah intonasinya sebagaimana yang anda "akting"kan?

Kenyataan itu menunjukkan pada kita, bahkan jika Bukhari seorang jeniuspun tak akan berarti apa apa pada akurasi pelaporan haditnya. Data bukhari ditentukan oleh minimal 3-4 orang dari generasi berbeda yang menjembatani informasi dari dia sampai Nabi. 3-4 orang itu pun yang benar benar ketemu Bukhari hanya yang paling bontot, alias cuma satu orang. Kesulitan yang sangat besar dan mengandung resiko biasnya informasi dengan simpangan yang sangat besar.

Sebenarnya banyak orang yang telah menuliskan hal semacam ini. dan kalau kita punya waktu tentu kita bisa memperhatikan kitab nya Bukhori,...betapa dia yang katanya "maha teliti" banyak mencantumkan hadits yang saling bertentangan isinya, bahkan disandingkannya pada satu halaman atau satu bab.Yang Baik dan Benar hadist meningkatkan keimanan ketaqwaan dan memperkuat persaudaraan sesama ummat Islam.