Sebagaimana
Sabda Rasulullah SAW: “Matikanlah (dirimu) sebelum kematian sendiri”. Jadi kita
harus MEMATIKAN DIRI SENDIRI DALAM HIDUP SEBELUM KEMATIAN YANG SEBENARNYA
DATANG.
TAFSIR:
Pengertian MEMATIKAN di atas, mengandung
HAKEKAT agar kita WALA QADIRUN, WALA ‘ALIMUN, WALA HAYYUN, WALA MURIDUN, WALA
SAMI’UN, WALA BASYIRUN, WALA MUTAKALLIMUN (Tidak Kuasa, Tidak Mengetahui, Tidak
HIdup, Tidak Berkehendak, Tidak mendengar, Tidak Melihat, Tidak Berkata-kata).
Bahwa kita “mati”, tidak mampu berbuat apa-apapun. Kita “nol”/”kosong”/”tak
berdaya apa-apa”. Yang BERKUASA,
MENGETAHUI, HDUP BERKEHENDAK, MELIHAT, MENDENGAR, dan yang BERKATA hanya Tuhan.
Hakekatnya, manusia telah FANA’ dalam wujud dan maujud Tuhan (AHADIAYAH)
melalui ILMU, yang DHAHIR TUHAN dan SABDA Rasulullah saw (nur muhmmad)
“MENYATU” DALAM DIRI MANUSIA (BERSAMA Tuhan). Dalam ilmu akan QADIM segalanya.
MEMATIKAN
NAFSU DAN KEINGINAN YANG DILARANG AGAMA LALU MEMFANAKAN DIRI DALAM DZIKIRULLAH
DISERTAI PUASA UNTUK MEMBERSIHKAN DOSA-DOSA, SELALU BERSUNGGUH-SUNGGUH TAAT
DALAM PERINTAH AGAMA UNTUK MENCAPAI MUKASYAFAH.
KETIKA
KEMATIAN YANG SEBENARNYA DATANG, ROH AKAN AKAN LEPAS DARI JASAD ATAU BADAN
DHOIR, KEMUDIAN ROH AKAN MENGHADAP TUHAN ALLAH DENGAN “ MEMAKAI PAKAIAN JUBAH
KETAATAN YANG BERSINAR OLEH AMALAN DZIKIRULLAH DAN PUASA “.
Kita harus menghayati SIRR TUHAN (masuk
dalam RAHASIA ALLAH) — Maqom al Wishal, dalam wujud Tuhan (bersama manusia).
Penghayatan ini haruslah diketahui dengan
benar agar kita tidak terjerumus dalam dosa.
Untuk
mencapai SIRR ALLAH harus tidak ada dosa. Dan pula harus menggunakan ILMU,
puncak dari segala puncak untuk makrifatullah (sirr Allah) antara kita dan
Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah
SWT.: Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah rahasia manusia.
Firman
Allah SWT: Manusia adalah rahasia-Ku, dan rahasia-Ku adalah sifat-Ku, tiada lain
dari-Ku
Dalam
SIRR TUHAN maka apa-apa yang dilakukan
manusia: napasnya, kehendaknya, hatinya, gerak kaki/tangannya, perkataannya dan
seluruh perbuatannya adalah irodah dan qadiran (kehendak dan kuasa) Tuhan,
sebagai wujud ahadiyah manusia dan Tuhan. Seperti Firman Allah SWT : Dan Dia
selalu bersamamu sekalian.
Tuhan
bersamamu seakan/bagaikan warna-hitam dan putih pada mata manusia. Tuhan selalu
bersama yang NAMPAK dalam alam semesta ini, seperti Sabda Rasulullah SAW.:
Barang siapa melihat sesuatu maka dilihatnya Tuhan di dalamnya.
Sayyina
Abu Bakar RA berkata: Tiada aku melihat sesuatu kecuali aku melihat Tuhan
(disitu) sebelumnya. Sayyidina Utsman Bin Affan RA berkata: Tiada aku melihat
sesuatu dan aku melihat Tuhan bersamanya. Dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA
juga berkata: Tiada aku melihat sesuatu dan aku melihat Tuhan padanya.
Dari
dalil-dalil di atas, nyatalah bahwa hakekat segala sesuatu yang terlihat di
alam semesta, Tuhan selalu ada bersamanya. Tuhan selalu “menyatu”(intrinsik)
dan inner dengan segala sesuatu yang nampak/dhahir.
”
Wahai manusia ! Sesungguhnya kamu harus berusaha dengan usaha yang
sungguh-sungguh untuk bertemu dengan Tuhanmu, sampai kamu bertemu dengan-Nya “.
( QS Al Insyiqoq 84 : 6 )
Abu Huroiroh r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Solallohu Alaihi Wasallam bersabda, “Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Apabila hamba-Ku senang untuk bertemu dengan-Ku, Aku pun senang untuk bertemu ...dengannya. Dan jika dia tidak suka untuk bertemu dengan-Ku, Aku pun tidak suka untuk bertemu dengannya.” (HR. Imam Malik, hadits shahih)
Membuka Rahasia Diri melalui ILMU TAFAKUR.” “Membina kekuatan jiwa,mental dan penyembuhan penyakit zahir dan batin” Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala “Maka ingatlah kepada-Ku, nescaya Aku ingat kepadamu (bersama dan melindungi hambaNya)… “(al-Baqoroh: 152)
Abu Huroiroh r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Solallohu Alaihi Wasallam bersabda, “Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Apabila hamba-Ku senang untuk bertemu dengan-Ku, Aku pun senang untuk bertemu ...dengannya. Dan jika dia tidak suka untuk bertemu dengan-Ku, Aku pun tidak suka untuk bertemu dengannya.” (HR. Imam Malik, hadits shahih)
Membuka Rahasia Diri melalui ILMU TAFAKUR.” “Membina kekuatan jiwa,mental dan penyembuhan penyakit zahir dan batin” Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala “Maka ingatlah kepada-Ku, nescaya Aku ingat kepadamu (bersama dan melindungi hambaNya)… “(al-Baqoroh: 152)
Maka
untuk mendekatkan diri kepada Allah itu dengan hati, bukan dengan jasad atau
badan yang kelihatan. Yang dimaksudkan hati adalah Sirr (Rahasia) dari Allah
SWT. Yang disifatkan Nama Allah (Ya Lathif), hati yang mempunyi kelembutan,
perasaan, dan kepekaan. Jadi, hati yang tidak memiliki kepekaan, perasaan dan
nurani itu maka sangat sulit mendekatkan kepada Allah, atau disebut hati yang
keras yang menjadi penghalang untuk bertemu dengan Allah SWT.
Jadi tidak teliti dalam ibadah dengan penghayatan,perasaan, dan dengan
kerendahan hati menyadari sebagai abdinya Allah, maka akan terhalang. Walaupun
shalatnya 1000 raka'at satu hari, walau dzikirnya 100.000 tetapi hatinya tidak
mendekat dan tidak teliti, tidak merasakan sentuhan-sentuhan kerohanian, maka
batal hukumnya jika dipandang dari Ilmu Mukasyafah. Tetapi bagus juga dipandang
dari ilmui syari'at/ilmu mu'amalah. Tetapi untuk mengenal kepada Allah itu
tidak sampai karena sudah terhalang/terhijab. Karena yang halus/lembut itu
sudah masuk dalam asma Allah (Ya Lathif). Masuk dalam Asma Allah (Ya
Halim/Penyantun), Al Hakim adalah kebijaksanaan, yang itu semua dimulai dengan
Ya Lathif. Dan berbicara dengan kalimat atau kata-kata Ruh. Yang disebutkan An
Nafsul Muthmainnah atau jiwa yang tenang,. Artinya orang yang hatinya sudah
dekat kepada Allah maka itu mententramkan jiwa dan ruhnya, jauh dari putus asa,
jauh dari ragu-ragu, jauh dari tekanan, jauh dari sangka buruk kepada Tuhannya.
Mereka sudah tidak membutuhkan apa-apa.
Untuk mendapatkan ilmu bathin, maka hati ini adalah imam atau disebut raja. Dan hati itu adalah kendaraan atau jalan pertama untuk mendapatkan ilmu rahasia. Maka seluruh anggota tubuh itu digerakkan dngan hati. Dengan kehalusan, kepekaan, dan ketelitian hati menggerakan seluruh anggota tubuh untuk ibadah kepada Allah. Jadi yang menyebabkan malas itu karena hawa nafsu, yang menyebabkan ingkar dan menjauh dari Tuhannya itu juga nafsu. Karena hatinya sudah dipenuhi dengan nuftah (noda). Noda itu adalah bagian dari perbuatan dosa. Ini yang menghalangi untuk sampai kepada Tuhannya, sehingga jiwa dan pikirannya sempit, pandangannya sempit, hatinya sempit, sampai rezeqinya sempit, pemahaman tentang ilmu juga sempit karena terhalang oleh dosa-dosa. diibaratkan kendaraan yang rusak, tidak bisa berjalan. Itu sama dengan hati hati yang rusak, maka tidak akan sampai pada tujuan. Dan selalu menunda waktu dan menunda hidup untuk kebaikan karena hatinya rusak, akhirnya tidak sampai kepada cita-citanya.
Maka, sirr adalah rahasia yang mengungkapkan jalan menuju ilmu Mukasyafah, yaitu ma'rifat kepada Allah SWT. Dan sangat sulit dan berat untuk mendapatkannya, dan tidak mudah untuk mendapatkannya. Diibaratkan satu mutiara yang didalam lautan, yang tersembunyi dibalik samudra. Maka disbut hati (Al Qolb) adalah suatu szat (Jauhar) yang amat bernilai.
Maka disebut mulia itu dari segala benda yang dilihat oleh mata. Disebut amrun iIlahi (urusan Tuhan). Jadi Allah membukakan rahasia hati ini, yang mana bisa memandang yang tidak bisa dipandang oleh mata dhahir. Mata hati bisa memandang seluruh alam ini, yaitu yang disebut Ilmu Mukasyafah.
Mukasyafah
berasal dari kata kasyafa-yaksyifu berarti menyingkap, menampilkan. Mukasyafah
berarti penyingkapan sesuatu yang gaib, abstrak, dan terselubung (mahjub).
Dalam
perspektif tasawuf, mukasyafah lebih tinggi daripada waqi'ah. Kalau waqi'ah
masih paralel perjalanan nafsu dan roh, sedangkan mukasyafah sudah lebih
dominan perjalanan roh. Mukasyafah dinilai lebih valid dan lebih absah daripada
waqi'ah, manamat, ru'yah, dan hilm.
Mukasyafah
tidak gampang diraih oleh banyak orang karena sangat bergantung tingkat
kedekatan diri dengan Allah SWT. Orang-orang yang sudah lama menempuh
perjalanan suluk pun belum tentu bisa mengalami pengalaman mukasyafah.
Mukasyafah
dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, sedangkan waqi'ah, manamat, ru'yah,
dan hilm masih bersifat kondisional. Hanya para nabi dan rasul serta
sejumlah wali bisa sampai ke tingkat mukasyafah.
Mukasyafah
bisa mengambil berbagai bentuk, termasuk dalam bentuk manamat, ru'yah, atau
waqi'ah. Dari sudut inilah sebagian ulama mengatakan mukasyafah sama saja
dengan waqi'aah, ru'yah, dan manamat.
Mukasyafah
bisa dibedakan ke dalam dua jenis :
I.
Mukasyafah muncul melalui mimpi atau kekuatan imajinasi dari dalam diri disebut
penglihatan jiwa (mata batin).
II.
Mukasyafah yang muncul melalui isyarat yang datang dari kekuatan lain dari
luar, misalnya mendengarkan informasi melalui bisikan atau suara gaib, dari
sumber yang tidak tampak maka ini disebut telinga jiwa (telinga batin).
Bagaimana mengasah mata batin dan telinga batin sudah dibahas di dalam artikel
terdahulu.
Kemampuan
untuk mengungkapkan sesuatu yang gaib melalui imajinasi cerdas yang diperoleh
melalui manamat dan waqi'ah, biasanya disebut al-kasyf al-mukhayyal, atau
penyingkapan imajinasi dan khayalan.
Imajinasi
dan hayalan di sini tentu bukan imajinasi atau khayalan sembarangan, tetapi
sesuatu yang lahir dari orang-orang yang terlatih sepanjang waktu dengan penuh
ketekunan untuk belajar. Orang yang sampai di maqam ini sudah mampu menggunakan
mata dan telinga batinnya untuk mengungkap sesuatu yang bukan saja bersifat
fisik, melainkan juga hal-hal yang bersifat gaib.
Mukasyafah
yang lebih tinggi tidak hanya mampu mengungkap khayali, tetapi juga hal-hal
yang bersifat gaib. Mukasyafah jenis ini juga mampu menangkap makna dari
pengalaman dan peristiwa simbolis, misalnya menerjemahkan sebuah isyarat yang
muncul, baik dalam manamat maupun waqi'ah menjadi makna aktual dalam kehidupan
nyata.